MAKALAH HADIS TARBAWI
KRITERIA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Hadis Tarbawi


Oleh
1.    Retno Fitriani                      (153111011)
2.    Mufidatur Rahmah             (153111027)
3.    Pradita Ayu Suwandari      (153111028)
PAI 4 A

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017



DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah................................................................................. 1
3.      Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.      Kompetensi Pendidik........................................................................... 3
2.      Keutamaan Pendidik dan Peserta Didik.............................................. 4
3.      Sifat Kepribadian Pendidik.................................................................. 8
4.      Kedudukan Pendidik........................................................................... 18
5.      Karakter dan Sifat Peserta Didik......................................................... 20
BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan........................................................................................... 27
2.      Saran..................................................................................................... 27
Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian yang positif. Bagaimanapun alasannya seorang pendidik harus memiliki sifat kelebihan dari anak didiknya. Karena ia bertugas mendidik dan mengajar anak-anak didik, serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan yang dicita-citakan yakni memiliki kepribadian yang takwa kepada Allah. Sulit rasanya seorang pendidik mampu membawa anak didiknya menuju keberhasilan tujuan pendidikan tersebut, jika seorang guru atau seorang pendidik tidak terlebih dahulu memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut. Seorang guru disamping keberadaannya sebagai figur contoh di hadapan anak didik, dia juga harus mampu mewarnai dan mengubah kondisi anak didik dari kondisi yang negatif menjadi positif dari keadaan kurang menjadi lebih.
Suatu hal yang penting diketahui oleh seorang pendidik atau calon pendidik adalah sikap dan karakter anak didik. Anak didik di sekolah yang dihadapi seorang guru sudah membawa karakter yang telah terbentuk dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan masyarakat yang berbeda. Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada juga yang tidak patuh, ada yang sukanya melanggar tata tertib sekolah dan ada juga yang tertib peraturan. Sikap dan karakter peserta didik dapat diubah dan dibentuk sesuai keinginan dan tujuan pendidikan. Disinilah peran guru, orang tua dan masyarakat yang amat penting dalam membentuk lingkungan anak didik yang baik dan saling mendukung.

2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kompetensi pendidik ?
2.      Bagaimana keutamaan pendidik dan peserta didik ?
3.      Bagaimana sifat kepribadian pendidik ?
4.      Bagaimana kedudukan pendidik ?
5.      Bagaimana karakter dan sifat peserta didik ?

3.      Tujuan
1.      Mengetahui kompetensi pendidik.
2.      Mengetahui keutamaan pendidik dan peserta didik.
3.      Mengetahui sifat kepribadian pendidik.
4.      Mengetahui kedudukan pendidik.
5.      Mengetahui karakter dan sifat peserta didik






















BAB II
PEMBAHASAN

1.        Kompetensi Pendidik
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Trianto (2006: 62) menyebutkan kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang berkenaan dengan tugas jabatan maupun profesinya. Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan dinyatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28 ditegaskan bahwa pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial.
·         Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
·         Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
·         Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam SNP.
·         Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

2.        Keutamaan Pendidik dan Peserta Didik
A.    Keutamaan pendidik
1)        Terbebas dari Kutukan Allah
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ألآَ إنَّ الدّنْياَ مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ ماَ فِيهاَ إِلآَّ ذِكْرُ اللَّه وَماَ وَالآَهُ وَعاَلِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
Abu hurairah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya dunia dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang terlibat didialamnya, orang yang tahu (guru) atau orang yang belaja.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadis ini ditegaskan bahwa orang yag tahu (guru atau pendidik) adalah orang yang selamat dari kutukan Allah. Ini merupakan keutamaan yang sangat berharga. Dari hadis ini dapat dipahami bahwa tidak semua yang berpredikat guru, dijamin Rasulullah selamat dari kutukan. Guru yang beliau maksudkan adalah guru yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan mengajarkannya dengan ikhlas untuk mendapat keridhaan Allah.
2)        Didoakan oleh Penduduk Bumi
Berkaitan dengan hal ini, terdapat hadis berikut.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاَنِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَالاَخَرُ عَالِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ. رواه الترمذى


Artinya: 
“Abu Umamah alBahiliy berkata:diceritakan kepada Rasulullah saw. dua orang lakilaki, yang satu 'abid (orang yang banyak beribadah) dan yang satu lagi 'alim (orang yang banyak ilmu). Maka Rasulullah saw. bersabda: kelebihan seorang alim daripada orang yang beribadah adalahbagaikan kelebihanku daripada seorang kamu yang paling rendah. Kemudian Rasulullah saw. berkata (lagi): Sesungguhnya Allah, malaikatNya, penduduk langit dan bumi sampai semut yang berada dalam sarangnya serta ikan berselawat (memohon rahmat) untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (pendidik, guru).”(HR. At-Tirmidzi)
Informasi dalam hadis diatas mencakup bahwa Allah memberikan rahmat dan berkah kepada guru. Selain itu, malaikat juga penduduk langit dan bumi termasuk semut yang berada dalam sarang ikan yang berada dalam laut mendoakan kebaikan untuk guru yang mengajar orang lain. Ini semua adalah keutamaan yang diberikan oleh-Nya kepada guru.
3)        Mendapat Pahala yang Berkelanjutan
Sehubungan dengan keutamaan ini ditemukan hadis sebagai  berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُرواه مسلم وأحمد النسائي والترمذى والبيهقى 
Artinya: 
“Abu Hurairah meriwatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya”. (HR.Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)
Dalam hadis diatas terdapat informasi bahwa ada tiga hal yang selalu diberi pahala oleh Allah pada seseorang, kendatipun ia sudah meninggal dunia.  Tiga hal tersebut, yaitu (a) sedekah jariah (wakaf yang lma kegunaanya), (b) ilmu yang bermanfaat, dan (c) doa yang dimohonkan oleh anak yang sholeh untuk orang tuanya. Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang bermanfaat. Artinya ilmu yang diajarkan oleh seseorang (alim atau guru) kepada orang lain dan tulisan (karangan) yang dimanfaatkan orang lain.[1] Pahala yang berkelanjutan merupakan salah satu keutamaan yang akan diperoleh oleh pendidik (guru).
Keutamaan ini diberikan kepada guru karena ia sudah memberikan sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata, “Kalau sekiranya orang-orang berilmu tidak ada, niscaya manusia akan bodoh seperti hewan. Karena hanya dengan mengajar, para ulama dapat menaikkan orang banyak dari tingkat kehewanan ke tingkat kemanusiaan.[2]
B.     Keutamaan Peserta Didik 
1)        Terhindar dari Kutukan Allah
Sehubung dengan keutamaan peserta didik, ditemukan beberapa hadits sebagai berikut.
عن أبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌرواه الترمذى
 Dari Abu Hurairah, ia berkata:Saya mendengar Rasulullah saw.  Bersabda: Sesungguhnnya dunia dan isinya terkutuk, kecuali zikrullah dan hal-hal terkait dengannya, alim (guru), dan peserta didik.
2)        Menempati Posisi Terbaik
 عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعِلْمِ …  الْعَالِمُ وَالْمُتَعَلِّمُ شَرِيكَانِ فِي الاَجْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي سَائِرِ النَّاسِرواه الطبرانى
Dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda hendaklah kamu ambil ilmu ini. ... Orang alim (pendidik) dan muta'allim (peserta didik) berserikat dalam pahala dan tidak ada manusia yang lebih baik daripadanya.(HR.Ath-Tabrani)
Terdapat juga dalam hadis lain, yaitu:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
رواه البخارى(
Usman ibn Affan berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kamu adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.(HR.Al-Bukhari)
عن صَفْوَانُ بن عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى بُرْدٍ لَهُ، فَقُلْتُ لَهُيَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ أَطْلُبُ الْعِلْمَ، فَقَالَ:"مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ، فَمَا جِئْتَ تَطْلُبُ؟رواه الطبرانى
Shafwan ibn 'Assal al-Muradiy berkata, Saya datang kepada Rasulullah saw., waktu itu, ia sedang berada di masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Saya datang untuk menuntut ilmu. Beliau berkata: Selamat datang penuntut ilmu. Penuntut ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan dilindunginya dengan sayapnya. Kemudian mereka berlomba-lomba untuk mencapai langit dunia karena senang kepada apa yang ia tuntut. Maka kapan kamu belajar?(HR. Ath – Tabrani)
Sambutan hangat yang diberikan oleh Rasulullah kepada Shafwan bin Assal menunjukkan betapa beliau menghargai peserta didiknya. Beliau memberikan sambutan yang hangat, sanjungan, serta motivasi yang menarik.
3.        Sifat Kepribadian Pendidik
a.       Pendidik Bersikap Adil
عَنْ النُّعْمَا نِ بْنُ بَشِيِر اَنْ اَ بَا هُ اَتَى بِهِ اِلَى رَسو لُ الله صلى الله عليه وسلم فَقَا لَ اِنِّي نَحَلْتُ ابْنِي هَذَا غُلَامًا فَقَا لَ اكُلْ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَهُ قَالَ لَا قالَ فارْ جِعْهُ (متفق عليه)

Kosakata (Mufradat)
a. نی نحلت = Aku memberi suatu pemberian yang tidak karena membalas budi.
b. غلاما = budak, pembantu, atau pelayan
c. و لد ک = Anakku, kata walad mencakup laki – laki dan perempuan.
d. فا ر جعھ = maka kembalikanlah dia atau minta kembali

Terjemahan
Dari Nu’man bin Basyir r.a bahwa ayahnya datang membawanya kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Sesungguhnya saya telah memberikan seorang budak (pembantu) kepada anakku ini”. Maka Rasulullah SAW bertanya: “Apakah semua anakmu kamu beri budak seperti ini?” Ayah menjawab: “Tidak”. Rasulullah SAW lantas bersabda: “Tariklah kembali pemberianmu itu.”HR. Muttafaq Alayh).

Penjelasan (syarah hadist)
Asbab wurud al-Hadis ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Nu’man bin al-Basyir berkata: “Ayahku bersedekah dengan sebagian hartanya kepadaku”. Lantas ibuku Amrah binti Rawahah berkata: “Aku tidak rela sehingga engkau persaksikan sedekah ini kepada Rasulullah SAW”. Maka berangkatlah ayahku menghadap Rasulullah SAW untuk mempersaksikannya tentang sedekah kepadaku. Kemudian Rasul bertanya: “Apakah kamu lakukan seperti ini terhadap semua anakmu?” dan seterusnya sebagaimana hadist diatas.
Hadis diatas menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang bapak agar bertindak seadil – adilnya terhadap anak – anaknya. Seorang bapak didalam rumah tangganya sebagai pendidik keluarga yang harus bersikap adil baik dalam sikap, ucapan, dan segala tindakan. Karena sikap adil ini mempunyai pengaruh besar terhadap pembinaan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Tindakan adil dari orang tua atau dari seorang pendidik merupakan pendidikan terhadap anak – anaknya. Apabila salah satu anak mendapatkan sesuatu, yang lain pun harus diberi pula dan jika tidak diberi satu tidak diberi semua. Keadilan terhadap anak dimaksudkan agar anak mempunyai hak yang sama baik dalam hibah, nafkah, pendidikan maupun dalam menerima harta warisan.adil disini adalah pelayanan anak sesuai dengan kebutuhan, bahkan kalau disamakan pelayanannya yang kecil dan yang besar, yang sehat, dan yang sakit malah tidak adil namanya karena diluar kebutuhan. Demikian juga, dalam pembagian harta waris disesuaikan dengan beban anak – laki yang lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki memiliki tanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya sedang anak perempuan ditanggung hidupnya oleh kepala keluarga. Perbuatan baik dari anak – anak akan tumbuh dari keadilan orang tua terhadap terhadap mereka. Oleh karena itu, keadilan orang tua sebenarnya merupakan pendidikan terhadap mereka.
Demikian juga keadilan seorang guru terhadap murid – muridnya selalu dituntut sebagaimana keadilan orang tua terhadap anaknya. Guru harus adil terhadap anak didiknya dalam pelayanan kependidikan dan kepengajaran, tidak boleh membeda – bedakan antara satu murid dengan murid lainnya. Semua harus dilayani dengan sikap dan pelayanan yang sama. Tidak ada bedanya antara anaknya orang kaya dan yang tidak kaya, tidak ada bedanya antara anak pejabat dengan anak rakyat biasa dan tidak ada bedanya antara yang cantik ganteng dengan yang tidak cantik ataupun ganteng. Keadilan seorang guru dalam kelas akan menumbuhan suasana kondusif dan merupakan pendidikan terhadap mereka. Seorang guru tentu merasa senang jika murid – muridnya sama – sama berbat baik dengan sesamanya.

Pelajaran yang dapat Dipetik dari Hadis
a.         Seorang pendidik baik guru maupun orang tua harus bersikap adil terhadap anak – anaknya dalam segala hal
b.         Dalam masalah hibah terhadap anak harus dilakukan secara merata dan sama atau tidak semua.
c.         Anak berhak menerima keadilan, tetapi makna keadilan yang sesungguhnya tidak selalu diartikan sama
d.        Kesungguhan para sahabat pada ilmu atau hukum Islam ketika menghadapi suatu persoalan selalu bertanya kepada Nabi atau dipersaksikan kepadanya.

Biografi Singkat Perawi hadis Sahabat
Nu’man bin Basyir al-Anshariy al-Khazrajiy. Bapak seorang sahabat Nabi SAW demikian juga ibunya juga seorang sahabat wanita. Dia salah seorang sahabat Anshar yang pertama kali dilahirkan setelah hijrah Nabi ke Madinah. Dia tinggal di Syiria menjadi Hakim di Damaskus dan Gubernur Kuffah pada masa Muawiyah. Kemudian dipindahkan ke Himsha. Dia terkenal pemurah, khatib, dan ahli syair. Dia terbunuh di suatu kampung di Himsha pada tahun 65 H dan meriwayatkan Hadis sebanyak 114 Hadis tersebar di berbagai kitab Hadis.

b.      Pengasih
عَنْ عا ءِشَةَ اَنْها قا لتْ جا ءَ تْنَي مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ا بْنَتَينِ لَها فَاَ طْعّمْتُها ثَلَا ثَ تَمَرَا تٍ فا عْطتْ كُلَ وا حِدةٍ مِنْهُما تَمْرَةً وَرَفَعَتْ اِلَّى فِيها تَمْرَةً لِتَاْ كُلَها فا سْتَطْعَمَتْها ا بْنَتاها فَشَقَّتْ التَّمْرَ ةَ الَّتِي كا نَتْ تُر يدُ اَنْ تا كُلَها بَيْنَهُمَا فَاَ عْجَبَنِي شَاْ نُهَا فَدَ كَرْتُ الَّدِي صَنَعَتْ لِرَسُولِ الله صَلَّى  الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَا لَ اِنَّ ا لله قَدْ اَوْ جَبَ لَهَا بِهَا ا لْجَنْةَ اَوْ اَعْتَقَهَا بِهَا مِنْ النَّارٍ (ا خر جه مسلم)

Kosakata (Mufradat)
a.         مسكينة = wanita miskin (peminta atau pengemis)
b.         فا طعمتها = maka aku beri makanan dia
c.         الى فيها = ke mulutnya
d.        فا ستطعمتها = maka dia makan akan dia
e.         فشقت التمر = maka ia membelah, memotong, memotek kurma itu
f.          فا عجبني شا نها = maka kondisinya mengherankan aku
g.         او جب لها = wajib baginya, berhak baginya
h.         اعتعها بها = memerdekakannya

Terjemahan
Dari ‘Aisyah r.a. berkata: “Ada seorang perempuan miskin datang kepadaku dengan dengan membawa kedua anak perempuannya, maka saya berikan kepadanya tiga butir biji kurma. Ia memberikan kepada masing – masing anaknya sebutir biji kurma dan yang sebutir lagi sudah ia angkat ke mulutnya untuk dimakan tetapi (tiba – tiba) diminta oleh kedua anaknya juga, ia lalu membelah biji kurma yang akan dimakannya itu dan dibagi kepada kedua anaknya itu. Saya sangat kagum melihat perilaku orang perempuan itu. Kemudian saya ceritakan kepada Rasulullah SAW, peristiwa yang dilakukan wanita itu, Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menentukan surga baginya atau ia dibebaskan dari api neraka lantaran perbuatannya itu.” (HR. Muslim)

Penjelasan (Syarah Hadis)
Hadis diatas menjelaskan adanya seorang wanita miskin bersama dua orang anak wanitanya datang kepada Aisyah minta sedekah makanan. Wanita itu dikasih tiga butir kamu. Tentunya sesuai dengan kondisi Aisyah pada saat itu adanya kurma yang terbatas di sampingsesuai dengan jumlah jiwa yang hadir yakni seorang ibu dan dua orang anak wanita. Memang kondisi Aisyah istri Nabi SAW di rumah biasa – biasa saja tidak termasuk orang kaya, terkadang ada yang dimakan dan terkadang tidak ada sesuatu. Sebagian riwayat menyatakan kalau pagi hari tidak ada makanan apa – apa di rumah Nabi berpuasa. Tiga butir kurma itu diserahkan langsung ke tangan seorang ibu.
Kemudian tiga butir kurma itu dibagikan secara adil oleh ibundanya masing – masing anak satu butir kurma dan yang satu butir lagi untuk ibunya. Begitu kedua anak mendapat makanan langsung dimakan dengan lahapnya. Adapun ibundanya makan belakangan, baru mengangkat tangan kanannya ke arah mulut untuk memakannya, belum sampai dimakan kedua anak tersebut minta makan lagi kepada ibunya, karena sebutir kurma belum dirasa mengenyangkan dari kelaparan. Hati seorang ibu yang penuh kasih sayang itu tidak akan tega makan makan sebutir kurma yang ada ditangannya sekalipun sebenarnya ia juga sangat lapar.
Ibu yang bijak, adil, dan penuh kasih sayang tentu membaginya secara sama, satu butir kurma itu dibelah menjadi dua dan dibagi untuk berdua, dirinya rekla tidak kebagian. Begitu jiwa kasih sayang seorang ibu yang rela mengorbankan dirinya demi kesenangan dan kesejahteraan anak – anaknya, padahal masih ada kesempatan untuk dirinya andai kata sebutir kurma itu dibelah menjadi tiga. Tetapi seorang ibu ini memang benar – benar tulus dan sayang. Pahala orang yang bersikap sayang dan adil terhadap anak – anaknya adalah masuk surga dan selamat atau merdeka dari ancaman api neraka. Kasih sayang seorang guru dalam pembelajaran sama dengan kasih sayang orang tua terhadap anaknya dalam rumah tangga, sebab guru di sekolah bagaikan orang tua terhadap anaknya sendiri. Bedanya, orang tua mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan, sedangkan guru mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan.

Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.         Hadis menunjukkan sifat kasih sayang dan keadilan seorang pendidik yakni seorang ibu terhadap anak – anaknya.
b.         Diantara kasih sayang ibu adalah kerelaan seorang ibu yang membagikan sebutir kurma untuk anaknya berdua sekalipun dirinya tidak kebagian kurma
c.         Sifat keadilan pendidik seorang ibu terhadap anaknya berdua adalah membagikan kurma yang sama atau ditambah setengah kepada masing – masing anak.
d.        Diantara kasih sayang seorang guru terhadap murid – muridnya adalah mengajarkan etika dan hal – hal yang penting dalam tatanan hidup dunia akhirat.
e.         Islam perhatian terhadap anak – anak wanita dan tidak membedakan dengan anak pria, bahkan Islam memberi motivasi bagi siapa yang diuji mempunyai anak - anak wanita, ia senang dan memerhatikan pendidikannya, maka mereka sebagai penghalang masuk neraka.

Biografi Singkat Perawi Hadis
Aisyah binti Abu Bakar al – Shidiq ummil Mukminin salah seorang wanita sahabat yang paling alim dan ahli fikih. Beliau meriwayatkan Hadis sebanyak 2.210 Hadis. Beliau dinikahi Rasulullah SAW di Mekkah pada saat usia enam tahun dan dipergauli pada usia sembilan tahun bulan Syawal tahun ke-2 Hijriah. Beliau istri Rasulullah yang paling dicintai setelah Khadijah, hidup selama 40 tahun setelah wafat Rasulullah SAW dan wafat dalam usia 80 tahun pada 57 H.

c.         Penyampai Ilmu
عَنْ اَبِى هُرَ يْرَةَ قَا لَ قَا لَ رَ سُوْ لُ ا لله صَلَى ا لله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سُىِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ اُلْجِمَ يَوُمَ اْلقِيَا َمةِ بِلِجَا مٍ مِنْ نَا رٍ وَفِي اْلبَا ب عَنْ جَا بِرٍ وَعَبْدِ ا لله بْنَ عَمْرٍ وقَا لَ اَ بٌو عِيسَى حَدِ يثُ ا بي هُرَ يرَ ةَ حَدِ يثٌ حَسَنٌ (ا خر جه ا بو د ا وا لتر مذ ي)

Kosakata (Mufradat)
a. سىل = ditanya oleh seseorang yang sangat memerlukan ilmu
b.  كتمه= menyembunyikan ilmu
c. الجم = dikendalikan dengan tali seperti kuda

Terjemahan
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ditanya sesuatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat dikendalikan dengan tali kendali dari api neraka.” (HR. Abu Daud dan al-Tirmidzi)

Penjelasan (Syarah Hadis)
Diantara sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik melalui pengajaran, pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain – lain. Ilmu hendaknya dikonsumsi oleh semua umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat pancaran sinarnya ilmu. Kewajiban seorang alim adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain di samping mengamalkannya untuk diri sendiri. Tugas guru adalah penyampai ilmu, penyampai ayat, dan penyampai Hadis, tidak boleh menyimpannya. Maksud menyimpan ilmu tidak mau menjawab pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang atau malah melarang buku yang dibaca.[3]
Api neraka diletakkan pada mulut penyimpan ilmu sebagaimana tali kendali diletakkan pada mulut binatang sebagai siksaannya. Al – Thibiy berkata, bahwa api yang diletakkan pada mulutnya diserupakan dengan tali kendali di mulut binatang karena sama – sama diam, orang alim diam dengan ilmunya sedangkan binatang diam terkendali tidak dapat melakukan kehendaknya secara bebas. Menurut al-Sayyid, bahwa maksud ilmu disini adalah ilmu yang wajib diajarkan seperti mengajarkan keislaman terhadap orang kafir, mengajarkan sholat pada waktunya, minta fatwa tentang halal haram bukan ilmu sunah yang tidak merupakan keharusan (Tuhfat al-Ahwadziy).
Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan dan pemurah tidak pelit dalam ilmu agama bagi siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang diajarkan dan dan diberikan kepada orang lain justru manfaatnya akan lebih banyak, ilmu itu malah bertambah dan tidak akan habis. Berbeda dengan harta kekayaan jika dibagi-bagikan kepada orang lain justru habis. Konsep keberhasilan dalam pendidikan ada dua: pertama, ketekunan belajar dengan siapa saja walaupun dengan orang yang lebih muda dan tidak ada rasa gengsi atau malu. Kedua, pemurah dalam memberi pelajaran atau mengajar kepada orang lain. Keduanya merupakan kewajiban, yakni kewajiban belajar bagi yang belum tahu suatu ilmu dan kewajiban mengajar bagi orang yang telah memiliki ilmu.

Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.         Kewajiban guru atau orang alim menyampaikan ilmu kepada orang lain yang membutuhkan penjelasannya terutama anak didiknya.
b.         Larangan menyembunyikan ilmu syara’yang dibutuhkan orang lain.
c.         Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan, dan pemurah dalam ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat.
d.        Ancaman penyimpan ilmu sejenis dengan perbuatannya, yakni diikat mulutnya dengan api neraka, karena mulutnya bungkam tidak menjawab kebenaran.

d.        Tawadu’
عَنْ مَسْرُوْقٍ قَا لَ دَخَلْنَا عَلَى عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُوْدٍ قَا لَ يَا اَ يُّهَا الَّنا سُ مَنْ عَلِمَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلْ الله اَعْلَمُ فَاِ نً مِنْ اْلعِلْمِ اَنْ يَقُولَ لِمَا لَا يَعْلَمُ الله اَعْلَمُ قَا لَ الله عَزَّ وَ جَلَّ لِنَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم (قُلْ مَا اَسْاَ لُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ وَمَا اَنَا مِنْ اْلمُتَكَلِّفِيْنَا) (ا خر جه البخاري)

Kosakata (Mufradat)
a.         الله اعلم = Allah lebih tahu
b.         ما اسا لكم = aku tidak minta kam
c.         اجر = upah
d.        المتكلفينا = orang yang membebani diri, memaksakan diri, mengada-ada

Terjemahan
Dari Masruq berkata: Kami masuk ke rumah Abdullah bin Mas’ud r.a. kemudian ia berkata: ”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu maka hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya, dan barang siapa yang tidak mengetahuinya maka hendaklah ia mengatakan:”Allah lebih mengetahui”, karena sesungguhnya termasuk ilmu bila seseorang mengatakan: “Allah lebih mengetahui”, terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.(HR. Bukhari) Allah berfirman kepada Nabi-Nya: Katakanlah (hai Muhammad):”Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan (QS. Shaad (38):86).

Penjelasan (Syarah Hadis)
Hadis ini diperintahkan kepada manusia siapa saja diantara umat Muhammad SAW terutama para calon guru atau yang sudah menjadi guru agar bersikap tawadu’ atau rendah hati dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui suatu ilmu. Sifat tawadu’ adalah posisi pertengahan antara kesombongan (takabbur) dan rendah hati (mudzillah). Seseorang berilmu tidak boleh sombong dengan ilmunya karena ilmu pemberian Tuhan dan tidak boleh merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu dan pemilik ilmu. Hadis melarang mereka untuk tidak sombong atau takabur sok tahu padahal ia tidakmengetahui apa-apa. Artinya memperlihatkan kepada orang lain bahwa ia seolah – olah tahu, seolah – olah alim padahal tidak mengetahui dan tidak alim.[4]
Orang yang mengatakan Wallah A’lamm ketika tidak tahu tandanya orang alim, karena ia mengetahui posisi dirinya dan derajat dirinya bahwa ia tidak mengetahui. Orang yang memiliki sifat terpuji ini dipercaya oleh masyarakat dan dinilai sebagai orang alim. Berbeda dengan orang yang mengatakan tahu sekalipun ia tahu apalagi ia tidak mengetahui, pada umumnya dinilai sebagaiorang yang tidak tahu, karena kesombongannya. Perintah tawadu’ ditujukan kepada semua orang bukan hanya pada seorang guru, murid pun harus tawadu’ terhadap guru atau terhadap sesama. Alangkah indahnya jika guru dan murid sama – sama tawadu’ saling menghargai. Hubungan antara guru murid bukan hanya sekedar hubungan lahir saja akan tetapi hubungan lahir dan batin, hubungan cinta karena Allah.

Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.         Perintah bersifat tawadu’ (rendah hati) dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui suatu ilmu katakanlah apa adanya “Aku tidak tahu” atau “Allah lebih tahu” (Allahu a’lam)
b.         Tidak boleh memaksakan diri atau mengada-ada jawaban ilmu yang ngawur tidak benar
c.         Tidak boleh berfatwa hukum kecuali sudah yakin kebenaran ilmunya.
d.        Tidak mengurangi bobot keilmuan seseorang yang mengatakan tidak tahu terhadap ilmu yang belum diketahui.

Biografi Singkat Perawi Hadis
a.         Masruq bin al-Ajda bin Malik Al-Hamadaniy al-Wadi’iy dipanggil Abu Aisyah al-Kufiy seorang tabi’i yang kredibel (tsiqah), seorang alim fiqih, ahli ibadah dan mukhadhram (hidup masa Nabi dan beriman tetapi tidak bertemu dengan Nabi SAW), Hadisnya diriwayatkan Ashab al-Sunan.[5]
b.         Abdullah bin Mas’ud al-Hudzaliy, nama panggilannya Abu Abdurrahman, tergolong lebih awal masuk Islam (al-Sabiqun al-Awwalun) yakni orang keenam. Dia tergolong ulamanya sahabat senior, berhijrah dua kali yaitu ke Habasyah dan ke Madinah, aktivis dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah SAW. Seorang sahabat yang terkedat dengan Rasulullah dan dimuliakannya. Dia pernah dipercayakan menjadi Gubernur Kufah dan pemegang baitulmal pada masa khalifah Umar dan awal kekhalifahan Utsman. Wafat di Madinah pada tahun 32 H dalam usia 60 tahun lebih dan dimakamkan di Baqi’. Dia meriwayatkan Hadis sekitar 95 hadis.

4.      Kedudukan Pendidik
1.      Sebagai Orang Tua
Menurut Rasulullah  pendidik berkedudukan sebagai orangtua. Sehubungan dengan ini terdapat hadis sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَاأَتَى أَحَدُكُمْ الغَائِطَ فَلَا يَسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ وَلَايَسْتَدْبِرْهَا وَلَايَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارِ وَيَنْهَى عَنِ الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ

        Abu hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya aku menempati posisi orangtuamu. Aku akan mengajarmu. Apabila salah seorang kamu mau buang hajat, maka janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat, janganlah ia beristinja’ (membersihkan dubur sesudah buang air) dengan tangan kanan. Beliau menyuruh beristinja’ (kalau tidak dengan air), dengan tigabatu dan melarang beristinja’ dengan kotoran (najis) dan tulang.HR. Abu Dawud)

Hadis diatas dengan jelas mengatakan bahwa rasulullah saw bagaikan orangtua dari sahabatnya. Pengertian bagaikan orangtua adalah mengajarkan, membimbing, dan mendidik anak-anak seperti yang umumnya delakikan oleh orangtua. Beliau mengajarkan kepada sahabat bagaimana adab buang hajat. Sebenarnya, persoalann ini adalah persoalan orangtua. Akan tetapi, nabi yang tidak diragukan lagi bagi umat islam, sebagai mahaguru dan pendidik ulung juga mau mengajarkan hal itu.
Pendidik (guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta didik. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus dengan ikhlas agar peserta didik dapat mengemban potensinya secara maksimal. Pendidik tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak disenanginya.[6]

2.      Sebagai pewaris nabi
Sehubung dengan kedudukan ini, terdapat sabda nabi SAW seperti berikut ini.
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقَا يَبْتَغِى فِيْهِ عِلمًا سَلَكَ الله بِهِ طَرِيْقَا إِلَى الجَنَّةِ وَإِنْ المَلَائِكَةِ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءَ لِطَالِبِ العِلْمِ وَإِنْ العَالْمِ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ حَتَّى الحِيْتَانُ فِي المَاءِ وَفَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُالأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارَا وَلَادِرْهَمَا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرِ
Abu ad-darda’ berkata, “aku mengdengar Rasulullah SAW bersabda, “siapa yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dipermudah Allah jslsn untuknys ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada dilangit dan bumi, bahkan ikan yang berada didalam air. Keutamaan orang yang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan keutamaan bulan diantara semua bintang. Sesungguhnya, ulama adalah pewaris nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia mencari sebanyak-banyaknya. HR At-tirmidzi,ahmad,albaihaqi,abu dawud,dan Ad-darimi).
Dalam hadis diatas dikemukakan beberapa hal penting. Hal yang berkaitan erat dengan tema ini adalah ulama adlah pewaris para nabi. Pendidik, dalam hal ini terutama guru, adlah orang yang berilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia termasuk kategori ulama. Jadi, ia adalh pewaris para nabi. Sebagai pewaris para nabi, tentu guru tidak dapat mengharapkan banyak harta karena mereka tidak mewariskan harta. Akan tetapi, rasulullah saw tidak pernah melarang orang yang berilmu, termasuk pendidik, untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak mengurangi upaya pengambiilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan.[7]
5.      Karakter dan Sifat Peserta Didik
a.       Sikap Duduk di Majelis
عَنْ ابِي وَاقِدٍ الَّليْثِيِّ اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم بَيْنَمَا هُوَ جَا ِلسٌ فِي اْلَمَسْجِدِ وَ النَّا سُ مَعَهُ اِذْ اَ قْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَاَ قْبَلَ اثْنَا نِ اِلَى رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَا لَ فَوَ قَفَا عَلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فَاَ مَّا اَ حَدُ هُمَا فَرَ اَ ى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيْهَا وَاَمَّا الْاخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَاَمَّا الثَّا لث فَاَ دْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمًا فَرَ غَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ اَلَا اُخْبِرُ كُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ اَمَّا اَحَدُهُمْ فَاَوَى اِلَى اللهِ فَا وَاهُ الله وَاَ مَّا الْا خَرُ فَا سْتَحْيَا اللهُ مِنْهُ وَاَمَّا اْلَا خَرُ فَاَ عْرَضَ فَاَ عْرَضَ اللهُ عَنْهُ (متفق عليه)

Kosakata (Mufradat)
·         ثلاثة نفر = tiga orang laki – laki, kata nafar berjumlah antara 3-10 orang.
·         فرجة = tempat kosong.
·         الحلقة = majelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran tengahnya kosong.
·         فا دبر = kembali, pulang.
·         فر غ = selesai.
·         فاوى = berlindung di tempat yang kosong, maka Allah memuliakannya.
·         فا ستحيا = malu tidak mau duduk di depan karena kesempitan, Allah memuliakannya dan tidak merendahkan.
·         فا عرض = berpaling, pulang.

Terjemahan
Dari Abu Waqid al-Laytsiy (al-Harits bin ‘Awf) r.a bahwasanya Rasulullah SAW  pada suatu ketika duduk bersama para sahabat di dalam masjid. Tiba-tiba datang tiga orang, dua diantaranya menuju Rasulullah SAW dan yang seorang lagi pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan Rasulullah SAW, salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis halakah (majelis berbentuk melingkar dari depan), yang lain duduk di belakang mereka dan yang ketiga berpaling pergi meninggalkan majeis tersebut. Setelah selesai majelis Rasulullah bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tersebut? Adapun salah satu diantara mereka berlindung (mendekat) kepada Allah, maka Allah pun memberikan tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya dan yang lain berpaling, maka Allah pun berpaling daripadanya.” (HR. Muttafaq Alayh)

Penjelasan (Syarah Hadis)
Hadis diatas menjelaskan bahwa Rasulullah mempunyai halakah majelis di Masjid Nabawi untuk menyampaikan ilmu yang  berbentuk halakah. Ternyata beberapa penemuan psikolog mutakhir menunjukkan cara ini sangat efektif digunakan untuk membahas suatu topik. Sebab dengan bentuk halakah ini setiap peserta merasa setara dengan peserta lain dan semua peserta dapat saling memandang tanpa ada penghalang.[8] Penjelasan Rasulullah SAW tentang posisi duduk diantaranya:
a.    Duduk di Majelis Terdepan
Mengisi tempat kosong di barisan terdepan dari halakah itu, berlindung kepada Allah, artinya bergabung dengan majelis Rasul, balasannya Allah pun melindunginya. Ini adalah sikap anak didik yang paling baik di majelis ilmu atau di kelas.
b.    Duduk di Belakang
Al – ‘Asqalaniy dalam kitabnyaFath al-Bariy menjelaskan makna kata malu bagi orang kedua ini, bahwa al-Qadhi ‘Iyadh berkata; bahwa ia malu dari Nabi dan para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk, Anas menjelaskan dalam periwayatannya; orang itu malu kalau pergi dari majelis. Atau orang kedua ini malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk di belakangnya. Balasan orang kedua ini, Allah memberi hukuman tetapi tentunya tidak seperti murid yang duduk dibarisan depan.
c.    Berpaling Pulang
Sikap orang ketiga, sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat majelis tidak bergabung duduk disitu, tetapi berpaling dan pulang tanpa ada uzur. Sikap anak didik seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya, Allah pun berpaling daripadanya yakni Allah murka kepadanya.

Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.    Diantara etika duduk di majelis atau di kelas duduk terdepan majelis ilmu selama ada tempat kosong.
b.    Anjuran duduk di majelis atau kelas sampai selesai pembelajaran.
c.    Keutamaan malu duduk berjubelan dan berdesak-desakan kemudian duduk dibelakangnya.
d.   Kurang utama duduk di belakang sementara tempat duduk depannya yang disediakan masih kosong kecuali ada uzur.
e.    Tercela meninggalkan majelis tanpa uzur.


Biografi Singkat Penulis
Abu Waqid al-Laytsiy nama aslinya adalah al-Haris bin ‘Awf, adalah seorang sahabat yang terkenal nama panggilannya Abu Waqid. Nama aslinya diperselisihkan antara para ulama, demikian juga nama ayahnya. Sebagian ulama menyebut namanya ‘Awf bin al-Haris dan yang lain menyebut al-Haris bin Malik. Ia syahid pada penaklukan Mekkah di bawah bendera Bani Dhamrah, Bani Layts dan BumiSa’ad Bakar bin Abdi Manah. Ia wafat di Mekkah tahun 68 H dan meriwatkan Hadis dari Nabi SAW sebanyak 24 Hadis. Ia tidak meriwayatkan Hadis dari al-Bukhari melainkan Hadis ini.

b.      Memiliki Perbedaan Kecerdasan
عَنْ اَبِى مُوسَى عَنَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللهُ بِهِ مِنَّ الهُدَى وَالعِلْمِ كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضَا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ المَاءَ فَأَنْبَتَتِ الكَلْأَ وَالعُشْبَ الكَثِيْرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ المَاءَ فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرَبُوا وَسَقَوا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِىَ قِيْعَانٌ لَاتُمْسِكُ مَاءَ وَلَاتُنْبِتُ كَلْأَ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِيْنَ اللهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسَا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ.
Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Nabi SAW bersabda,” sesungguhnya perumpamaan hidayah(petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikanku sebagai utusan itu seperti hujan yang turun ke bumi. Di antara bumi itu terdapat sebidang tanah subur yang menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur.  Ad juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, Allah menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan menanam.  Ada juga sekelompok orang yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada air  dan tidak tumbuh apa pun. Gambaran tersebut seperti orang yang mempunyai ilmu agama Allah dan mau memanfaatkan sesuatu yang telah menyebabkan aku diutus oleh-Nya kemudian orang itu mempelajari dan mengerjakannya. Dan seperti orang yang sedikit pun tidak tertarik dengan apa yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allah. Ia tidak mendapat petunjuk dari Allah yang karenanya aku diutus-Nya.”(HR. Al- Bukhari).
Dalam hadis ini, rasulullah menggambarkan perbedaan antara manusia dalam kemampuan belajar, memahami, dan mengingat. Menurut muhammad ustman Najati, ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian intelekualitas. Berdasarkan hadis ini dapat disimpulkan bahwa intelektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan. Pertama, seperti tanah subur yang berarti orang dalam golongan inni mampu belajar, menghafal, dan mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada orang lain sehingga ilmu yang dimiliki dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Kedua, seperti tanah gersang yang artinya orang dalam golongan ini mampu menjaga dan mengajarkan kepada orang lain, tetap ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat untuk dirinya, tetapi hanya untuk orang lain. Ketiga, tanah tandus yang berarti orang dalam golongan ini tidak tertarik dengan ilmu, apalagi menghafal dan mengajarkannya kepada orang lain.
Memahami perbedaan tingkat kecerdasan peserta didik merupakan hal yang mutlak bagi pendidik. Dengan memahami perbedaan itu, pendidik tertantang untuk memilih materi, menggunakan metode dan media pembelajaran yang memungkinkan semua peserta didik dapat mencerna pelajaran dengan baik. Hal itu dapat dilakukan oleh pendidik dengan mengaplikasikan metode pembelajaran yang bervariasi dan metode yang beragam.[9]


c.       Memiliki Perbedaan Emosional
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الخُدْرِىِّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَلَا وَإِنَّ مِنْهُمُ البَطِىءَ الغَضَبِ سَرِيْعَ الفَىْءِ وَمِنْهُمْ سَرِيْعُ الغَضَبِسَرِيْعُ الفَىْءِ فَتِلْكَ بِتِلْكَ أَلَاوَإِنَّ مِنْهُمْ سَرِيْعَ الغَضَبِ بَطِىءَ الفَىْءَ أَلَاوَخَيْرُهُمْ بَطِىءُ الغَضَبِ سَرِيْعُ الفَىءِ أَلَا وَشَرُّهُمْ سَرِيْعُ الغَضَبِ بَطِىءُ الفَىءِ.
Dari Abu sa’id al-khudri, ia berkata bahwa rasulullah bersabda, “ ingatlah, diantara anak Nabi Adam ada yang lambat marah dan cepat dikendalikan. Adapula yang cepat marah dan cepet pula terkendali. Ingatlah, diantara anak Nabi Adam itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam adalah yang cepat marahnya dan lambat terkendalinya”. (HR. At-Tirmidzi)
Berdasarkan hadis diatas, muhammad Utsman Najati mengelompokkan tingkatan emosi kemarahan manusia pada tiga tingkatan. Pertama, orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengekspresikan kemarahannya. Kalaupun ia marah, ia akan cepat mengendalikan emosi kemarahannya. Orang semacam ini dikategorikan sebagai manusia yang sangat mulia. Kedua, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat, tetapi ia juga cepat mengendalikannya. Ketiga, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan jika emosi kemarahnnya muncul, ia sulit mengendalikannnya kecuali dalam rentang waktu yang cukup lama. Orang yang seperti ini dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.
Perbedaan emosional ini perlu dipahami oleh pendidik agar ia tidak gegabah dalam merespons aksi peserta didiknya. Pendidik tidak boleh mengatasi gejolak emosi peserta didik dengan luapan emosi pula. Ia harus dapat memperlihatkan kesabaran, ketulusan dan kasih sayang tanpa menyimpan rasa dendam.[10]

d.      Memiliki Kesamaan Derajat
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدُ الله خَطَبْنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِى وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ فَقَالَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنْ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَافَضْلَ لِعَرَبِيِّ عَلَى أَعْجَمِيِّ وَلَا لِعَجَمِيِّ عَلَى عَرَبِىِّ وَلَالِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّبِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ
Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa rasullah saw berkhutbah di depan kami pada pertengahan hari tasyri’. Beliau bersabda, “wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya tuhanmu esa, nenek moyangmu satu. Ketahuilah bahwa tidak ada kelebihan orang arab dari orang non-arab, tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam, dan tidak pula sebaliknya, kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya sampaikan?” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
Hadis ini dengan tegas mengungkapkan kesamaan derajat manusia (peserta didik). Manusia dicptakan oleh Allah SWT, Tuhan yang sama dan berasal dari nenek moyang yang sama juga. Perbedaan etnis dan warna kulit tidak membuat derajat manusia itu berbeda. Apa yang membuat seseorang memiliki nilai lebih daripada orang lain hanyalah kualitas ketakwaannnya.
Konsekuensi logis dari kesamaan derajat peserta didik adalah perlakuan yang sama dari pendidik. Pendidik tidak boleh memperlakukan peserta didiknya secara diskriminatif, baik dalam memberi perhatian , mengajar, membimbing, maupun memberikan nilai. Perlakuan berbeda dapat diberikan apabila dalam keadaan menuntut demikian dan peserta didik memiliki kebutuhan khusus.[11]





BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Banyak sekali keutamaan pendidik yang dapat digambarkan diantaranya terbebas dari kutukan Allah, didoakan oleh penduduk bumi, mendapat pahala yang berkelanjutan. Sedangkan keutamaan peserta didik diantaranya terhindar dari kutukan Allah dan menempati posisi terbaik. Seorang pendidik baik guru maupun orang tua harus bersikap adil terhadap anak – anaknya dalam segala hal.
Diantara kasih sayang seorang guru terhadap murid – muridnya adalah mengajarkan etika dan hal – hal yang penting dalam tatanan hidup dunia akhirat. Islam perhatian terhadap anak – anak wanita dan tidak membedakan dengan anak pria, bahkan Islam memberi motivasi bagi siapa yang diuji mempunyai anak - anak wanita, ia senang dan memerhatikan pendidikannya, maka mereka sebagai penghalang masuk neraka.
Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan, dan pemurah dalam ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Perintah bersifat tawadu’ (rendah hati) dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui suatu ilmu katakanlah apa adanya “Aku tidak tahu” atau “Allah lebih tahu” (Allahu a’lam). Tidak boleh memaksakan diri atau mengada-ada jawaban ilmu yang ngawur tidak benar.
2.      Saran
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat, menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yng membangun dari pembaca agar makalah selanjutnya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi. Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV
Al-Ghazali. 1980. Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I. Bukittinggi: Syamza Offset
Bukhari Umar. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah.

























[1] Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi, Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV, hlm. 228 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
[2]  Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I, diterjemahkan Maisir Thahib, dkk., (Bukittinggi: Syamza Offset, 1980), cet. Ke-3, hlm. 40.
[3] Abdul Majid, 2012, Hadis Tarbawi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup), hlm. 82


[4] Ibid.,hlm.85
[5] Ibid., hlm.89
[6] Bukhari Umar, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah), hlm.70
[7] Ibid.,hlm.72
[8] Hasan Langgulung, Asas-asas...,h. 311,
[9] Bukhari Umar, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah), hlm.105


[10] Ibid.,Hlm.107
[11] Ibid., hlm.102
 



Komentar