MAKALAH HADIS TARBAWI
KRITERIA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
Tugas
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Hadis Tarbawi
Oleh
1.
Retno
Fitriani (153111011)
2.
Mufidatur
Rahmah (153111027)
3.
Pradita
Ayu Suwandari (153111028)
PAI 4 A
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2017
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah....................................................................... 1
2.
Rumusan
Masalah................................................................................. 1
3.
Tujuan................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
1.
Kompetensi Pendidik........................................................................... 3
2.
Keutamaan Pendidik dan Peserta Didik.............................................. 4
3.
Sifat Kepribadian Pendidik.................................................................. 8
4. Kedudukan
Pendidik........................................................................... 18
5.
Karakter dan Sifat Peserta Didik......................................................... 20
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan........................................................................................... 27
2.
Saran..................................................................................................... 27
Daftar
Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian
yang positif. Bagaimanapun alasannya seorang pendidik harus memiliki sifat
kelebihan dari anak didiknya. Karena ia bertugas mendidik dan mengajar
anak-anak didik, serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan yang dicita-citakan
yakni memiliki kepribadian yang takwa kepada Allah. Sulit rasanya seorang
pendidik mampu membawa anak didiknya menuju keberhasilan tujuan pendidikan
tersebut, jika seorang guru atau seorang pendidik tidak terlebih dahulu
memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut. Seorang guru disamping keberadaannya
sebagai figur contoh di hadapan anak didik, dia juga harus mampu mewarnai dan
mengubah kondisi anak didik dari kondisi yang negatif menjadi positif dari
keadaan kurang menjadi lebih.
Suatu hal yang penting diketahui oleh seorang
pendidik atau calon pendidik adalah sikap dan karakter anak didik. Anak didik
di sekolah yang dihadapi seorang guru sudah membawa karakter yang telah
terbentuk dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan masyarakat yang berbeda.
Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada juga yang tidak patuh,
ada yang sukanya melanggar tata tertib sekolah dan ada juga yang tertib
peraturan. Sikap dan karakter peserta didik dapat diubah dan dibentuk sesuai
keinginan dan tujuan pendidikan. Disinilah peran guru, orang tua dan masyarakat
yang amat penting dalam membentuk lingkungan anak didik yang baik dan saling
mendukung.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kompetensi pendidik ?
2.
Bagaimana keutamaan pendidik dan peserta didik ?
3.
Bagaimana sifat kepribadian pendidik ?
4.
Bagaimana kedudukan pendidik ?
5.
Bagaimana karakter dan sifat peserta didik ?
3.
Tujuan
1.
Mengetahui kompetensi pendidik.
2.
Mengetahui keutamaan pendidik dan peserta didik.
3.
Mengetahui sifat kepribadian pendidik.
4.
Mengetahui kedudukan pendidik.
5.
Mengetahui karakter dan sifat peserta didik
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Kompetensi
Pendidik
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kompetensi berarti
(kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Trianto
(2006: 62) menyebutkan kompetensi adalah kemampuan, kecakapan dan ketrampilan
yang dimiliki seseorang berkenaan dengan tugas jabatan maupun profesinya. Dalam
Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan dinyatakan
bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 28 ditegaskan bahwa pendidik adalah agen pembelajaran
yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial.
·
Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
·
Kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
·
Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam SNP.
·
Kompetensi sosial adalah kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
2.
Keutamaan
Pendidik dan Peserta Didik
A. Keutamaan
pendidik
1)
Terbebas dari Kutukan
Allah
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ألآَ إنَّ الدّنْياَ
مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ ماَ فِيهاَ إِلآَّ ذِكْرُ اللَّه وَماَ وَالآَهُ وَعاَلِمٌ
أَوْ مُتَعَلِّمٌ
Abu
hurairah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasullah bersabda, “Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya dunia dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah dan
apa yang terlibat didialamnya, orang yang tahu (guru) atau orang yang belaja.”
(HR. At-Tirmidzi)
Dalam hadis ini ditegaskan bahwa orang
yag tahu (guru atau pendidik) adalah orang yang selamat dari kutukan Allah. Ini
merupakan keutamaan yang sangat berharga. Dari hadis ini dapat dipahami bahwa
tidak semua yang berpredikat guru, dijamin Rasulullah selamat dari kutukan.
Guru yang beliau maksudkan adalah guru yang berilmu, mengamalkan ilmunya, dan
mengajarkannya dengan ikhlas untuk mendapat keridhaan Allah.
2)
Didoakan oleh Penduduk Bumi
Berkaitan dengan hal ini, terdapat hadis berikut.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ
قَالَ
ذُكِرَ
لِرَسُولِ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
رَجُلاَنِ
أَحَدُهُمَا
عَابِدٌ
وَالاَخَرُ
عَالِمٌ
فَقَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
فَضْلُ
الْعَالِمِ
عَلَى
الْعَابِدِ
كَفَضْلِي
عَلَى
أَدْنَاكُمْ
ثُمَّ
قَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
إِنَّ
اللَّهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ
وَأَهْلَ
السَّمَوَاتِ
وَالْأَرَضِينَ
حَتَّى
النَّمْلَةَ
فِي
جُحْرِهَا
وَحَتَّى
الْحُوتَ
لَيُصَلُّونَ
عَلَى
مُعَلِّمِ
النَّاسِ
الْخَيْرَ.
رواه
الترمذى
Artinya:
“Abu Umamah alBahiliy berkata:diceritakan kepada Rasulullah saw. dua orang lakilaki, yang satu 'abid (orang yang banyak beribadah) dan yang satu lagi 'alim (orang yang banyak ilmu). Maka Rasulullah saw. bersabda: kelebihan seorang alim daripada orang yang beribadah adalahbagaikan kelebihanku daripada seorang kamu yang paling rendah. Kemudian Rasulullah saw. berkata (lagi): Sesungguhnya Allah, malaikatNya, penduduk langit dan bumi sampai semut yang berada dalam sarangnya serta ikan berselawat (memohon rahmat) untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (pendidik, guru).”(HR.
At-Tirmidzi)
Informasi dalam hadis diatas mencakup
bahwa Allah memberikan rahmat dan berkah kepada guru. Selain itu, malaikat juga
penduduk langit dan bumi termasuk semut yang berada dalam sarang ikan yang
berada dalam laut mendoakan kebaikan untuk guru yang mengajar orang lain. Ini
semua adalah keutamaan yang diberikan oleh-Nya kepada guru.
3)
Mendapat Pahala
yang Berkelanjutan
Sehubungan dengan keutamaan ini ditemukan hadis sebagai
berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رواه مسلم وأحمد النسائي والترمذى والبيهقى
Artinya:
“Abu Hurairah meriwatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya”.
(HR.Muslim, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)
Dalam hadis diatas terdapat informasi
bahwa ada tiga hal yang selalu diberi pahala oleh Allah pada seseorang,
kendatipun ia sudah meninggal dunia.
Tiga hal tersebut, yaitu (a) sedekah jariah (wakaf yang lma kegunaanya),
(b) ilmu yang bermanfaat, dan (c) doa yang dimohonkan oleh anak yang sholeh
untuk orang tuanya. Sehubungan dengan pembahasan ini adalah ilmu yang
bermanfaat. Artinya ilmu yang diajarkan oleh seseorang (alim atau guru) kepada
orang lain dan tulisan (karangan) yang dimanfaatkan orang lain.[1]
Pahala yang berkelanjutan merupakan salah satu keutamaan yang akan diperoleh
oleh pendidik (guru).
Keutamaan ini diberikan kepada guru
karena ia sudah memberikan sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia.
Al-Ghazali mengemukakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata, “Kalau sekiranya
orang-orang berilmu tidak ada, niscaya manusia akan bodoh seperti hewan. Karena
hanya dengan mengajar, para ulama dapat menaikkan orang banyak dari tingkat
kehewanan ke tingkat kemanusiaan.[2]
B. Keutamaan
Peserta Didik
1)
Terhindar dari Kutukan
Allah
Sehubung dengan
keutamaan peserta didik, ditemukan beberapa hadits sebagai berikut.
عن أبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ. رواه الترمذى
Dari Abu Hurairah, ia berkata:Saya mendengar Rasulullah saw.
Bersabda: Sesungguhnnya dunia dan isinya terkutuk, kecuali zikrullah dan
hal-hal terkait dengannya, alim (guru), dan peserta didik.
2)
Menempati Posisi
Terbaik
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعِلْمِ … الْعَالِمُ وَالْمُتَعَلِّمُ شَرِيكَانِ فِي الاَجْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي سَائِرِ النَّاسِ. رواه الطبرانى
Dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda
hendaklah kamu ambil ilmu ini. ... Orang alim (pendidik) dan muta'allim (peserta didik)
berserikat dalam pahala dan tidak ada manusia yang lebih baik daripadanya.(HR.Ath-Tabrani)
Terdapat juga dalam hadis lain, yaitu:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
) رواه البخارى(
Usman ibn Affan berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
orang yang paling utama di antara kamu adalah orang yang
mempelajari Alquran dan mengajarkannya.(HR.Al-Bukhari)
عن صَفْوَانُ بن عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى بُرْدٍ لَهُ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ أَطْلُبُ الْعِلْمَ، فَقَالَ:"مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ، فَمَا جِئْتَ تَطْلُبُ؟. رواه الطبرانى
Shafwan ibn 'Assal al-Muradiy berkata, Saya datang kepada Rasulullah saw., waktu itu, ia
sedang berada di masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah!
Saya datang untuk menuntut ilmu. Beliau berkata: Selamat datang penuntut ilmu. Penuntut ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan
dilindunginya dengan sayapnya. Kemudian mereka berlomba-lomba untuk
mencapai langit dunia karena senang kepada apa yang ia tuntut. Maka kapan kamu belajar?(HR.
Ath – Tabrani)
Sambutan
hangat yang diberikan oleh Rasulullah kepada Shafwan bin Assal menunjukkan
betapa beliau menghargai peserta didiknya. Beliau memberikan sambutan yang
hangat, sanjungan, serta motivasi yang menarik.
3.
Sifat
Kepribadian Pendidik
a.
Pendidik
Bersikap Adil
عَنْ
النُّعْمَا نِ بْنُ بَشِيِر اَنْ اَ بَا هُ اَتَى بِهِ اِلَى رَسو لُ الله صلى
الله عليه وسلم فَقَا لَ اِنِّي نَحَلْتُ ابْنِي هَذَا غُلَامًا فَقَا لَ اكُلْ وَلَدِكَ
نَحَلْتَ مِثْلَهُ قَالَ لَا قالَ فارْ جِعْهُ (متفق عليه)
Kosakata (Mufradat)
a. نی نحلت = Aku memberi suatu pemberian yang tidak
karena membalas budi.
b. غلاما = budak, pembantu, atau pelayan
c. و لد ک = Anakku, kata walad mencakup laki – laki
dan perempuan.
d. فا ر جعھ = maka kembalikanlah dia atau minta
kembali
Terjemahan
Dari
Nu’man bin Basyir r.a bahwa ayahnya datang membawanya kepada Rasulullah SAW dan
berkata: “Sesungguhnya saya telah memberikan seorang budak (pembantu) kepada
anakku ini”. Maka Rasulullah SAW bertanya: “Apakah semua anakmu kamu beri budak
seperti ini?” Ayah menjawab: “Tidak”. Rasulullah SAW lantas bersabda: “Tariklah
kembali pemberianmu itu.”HR. Muttafaq Alayh).
Penjelasan (syarah
hadist)
Asbab
wurud al-Hadis ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Nu’man
bin al-Basyir berkata: “Ayahku bersedekah dengan sebagian hartanya kepadaku”. Lantas
ibuku Amrah binti Rawahah berkata: “Aku tidak rela sehingga engkau persaksikan
sedekah ini kepada Rasulullah SAW”. Maka berangkatlah ayahku menghadap
Rasulullah SAW untuk mempersaksikannya tentang sedekah kepadaku. Kemudian Rasul
bertanya: “Apakah kamu lakukan seperti ini terhadap semua anakmu?” dan
seterusnya sebagaimana hadist diatas.
Hadis
diatas menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang bapak agar bertindak seadil
– adilnya terhadap anak – anaknya. Seorang bapak didalam rumah tangganya
sebagai pendidik keluarga yang harus bersikap adil baik dalam sikap, ucapan,
dan segala tindakan. Karena sikap adil ini mempunyai pengaruh besar terhadap pembinaan
keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Tindakan
adil dari orang tua atau dari seorang pendidik merupakan pendidikan terhadap
anak – anaknya. Apabila salah satu anak mendapatkan sesuatu, yang lain pun
harus diberi pula dan jika tidak diberi satu tidak diberi semua. Keadilan
terhadap anak dimaksudkan agar anak mempunyai hak yang sama baik dalam hibah,
nafkah, pendidikan maupun dalam menerima harta warisan.adil disini adalah
pelayanan anak sesuai dengan kebutuhan, bahkan kalau disamakan pelayanannya
yang kecil dan yang besar, yang sehat, dan yang sakit malah tidak adil namanya
karena diluar kebutuhan. Demikian juga, dalam pembagian harta waris disesuaikan
dengan beban anak – laki yang lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan.
Anak laki-laki memiliki tanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya sedang
anak perempuan ditanggung hidupnya oleh kepala keluarga. Perbuatan baik dari
anak – anak akan tumbuh dari keadilan orang tua terhadap terhadap mereka. Oleh
karena itu, keadilan orang tua sebenarnya merupakan pendidikan terhadap mereka.
Demikian
juga keadilan seorang guru terhadap murid – muridnya selalu dituntut
sebagaimana keadilan orang tua terhadap anaknya. Guru harus adil terhadap anak
didiknya dalam pelayanan kependidikan dan kepengajaran, tidak boleh membeda –
bedakan antara satu murid dengan murid lainnya. Semua harus dilayani dengan
sikap dan pelayanan yang sama. Tidak ada bedanya antara anaknya orang kaya dan
yang tidak kaya, tidak ada bedanya antara anak pejabat dengan anak rakyat biasa
dan tidak ada bedanya antara yang cantik ganteng dengan yang tidak cantik
ataupun ganteng. Keadilan seorang guru dalam kelas akan menumbuhan suasana
kondusif dan merupakan pendidikan terhadap mereka. Seorang guru tentu merasa
senang jika murid – muridnya sama – sama berbat baik dengan sesamanya.
Pelajaran yang dapat
Dipetik dari Hadis
a.
Seorang pendidik
baik guru maupun orang tua harus bersikap adil terhadap anak – anaknya dalam
segala hal
b.
Dalam masalah
hibah terhadap anak harus dilakukan secara merata dan sama atau tidak semua.
c.
Anak berhak
menerima keadilan, tetapi makna keadilan yang sesungguhnya tidak selalu
diartikan sama
d.
Kesungguhan para
sahabat pada ilmu atau hukum Islam ketika menghadapi suatu persoalan selalu
bertanya kepada Nabi atau dipersaksikan kepadanya.
Biografi Singkat Perawi
hadis Sahabat
Nu’man
bin Basyir al-Anshariy al-Khazrajiy. Bapak seorang sahabat Nabi SAW demikian
juga ibunya juga seorang sahabat wanita. Dia salah seorang sahabat Anshar yang
pertama kali dilahirkan setelah hijrah Nabi ke Madinah. Dia tinggal di Syiria
menjadi Hakim di Damaskus dan Gubernur Kuffah pada masa Muawiyah. Kemudian
dipindahkan ke Himsha. Dia terkenal pemurah, khatib, dan ahli syair. Dia
terbunuh di suatu kampung di Himsha pada tahun 65 H dan meriwayatkan Hadis
sebanyak 114 Hadis tersebar di berbagai kitab Hadis.
b.
Pengasih
عَنْ عا ءِشَةَ اَنْها قا لتْ جا
ءَ تْنَي مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ا بْنَتَينِ لَها فَاَ طْعّمْتُها ثَلَا ثَ تَمَرَا
تٍ فا عْطتْ كُلَ وا حِدةٍ مِنْهُما تَمْرَةً وَرَفَعَتْ اِلَّى فِيها تَمْرَةً لِتَاْ
كُلَها فا سْتَطْعَمَتْها ا بْنَتاها فَشَقَّتْ التَّمْرَ ةَ الَّتِي كا نَتْ تُر
يدُ اَنْ تا كُلَها بَيْنَهُمَا فَاَ عْجَبَنِي شَاْ نُهَا فَدَ كَرْتُ الَّدِي صَنَعَتْ
لِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَا لَ اِنَّ ا لله قَدْ اَوْ جَبَ لَهَا بِهَا ا لْجَنْةَ اَوْ اَعْتَقَهَا بِهَا
مِنْ النَّارٍ (ا خر جه مسلم)
Kosakata (Mufradat)
a.
مسكينة = wanita miskin (peminta atau pengemis)
b.
فا
طعمتها = maka aku
beri makanan dia
c.
الى
فيها = ke mulutnya
d.
فا
ستطعمتها = maka dia
makan akan dia
e.
فشقت
التمر = maka ia
membelah, memotong, memotek kurma itu
f.
فا
عجبني شا نها =
maka kondisinya mengherankan aku
g.
او
جب لها = wajib
baginya, berhak baginya
h.
اعتعها
بها = memerdekakannya
Terjemahan
Dari
‘Aisyah r.a. berkata: “Ada seorang perempuan miskin datang kepadaku dengan
dengan membawa kedua anak perempuannya, maka saya berikan kepadanya tiga butir
biji kurma. Ia memberikan kepada masing – masing anaknya sebutir biji kurma dan
yang sebutir lagi sudah ia angkat ke mulutnya untuk dimakan tetapi (tiba –
tiba) diminta oleh kedua anaknya juga, ia lalu membelah biji kurma yang akan
dimakannya itu dan dibagi kepada kedua anaknya itu. Saya sangat kagum melihat
perilaku orang perempuan itu. Kemudian saya ceritakan kepada Rasulullah SAW,
peristiwa yang dilakukan wanita itu, Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah menentukan surga baginya atau ia dibebaskan dari api neraka
lantaran perbuatannya itu.” (HR. Muslim)
Penjelasan (Syarah Hadis)
Hadis
diatas menjelaskan adanya seorang wanita miskin bersama dua orang anak wanitanya
datang kepada Aisyah minta sedekah makanan. Wanita itu dikasih tiga butir kamu.
Tentunya sesuai dengan kondisi Aisyah pada saat itu adanya kurma yang terbatas
di sampingsesuai dengan jumlah jiwa yang hadir yakni seorang ibu dan dua orang
anak wanita. Memang kondisi Aisyah istri Nabi SAW di rumah biasa – biasa saja
tidak termasuk orang kaya, terkadang ada yang dimakan dan terkadang tidak ada
sesuatu. Sebagian riwayat menyatakan kalau pagi hari tidak ada makanan apa –
apa di rumah Nabi berpuasa. Tiga butir kurma itu diserahkan langsung ke tangan
seorang ibu.
Kemudian
tiga butir kurma itu dibagikan secara adil oleh ibundanya masing – masing anak
satu butir kurma dan yang satu butir lagi untuk ibunya. Begitu kedua anak
mendapat makanan langsung dimakan dengan lahapnya. Adapun ibundanya makan
belakangan, baru mengangkat tangan kanannya ke arah mulut untuk memakannya,
belum sampai dimakan kedua anak tersebut minta makan lagi kepada ibunya, karena
sebutir kurma belum dirasa mengenyangkan dari kelaparan. Hati seorang ibu yang
penuh kasih sayang itu tidak akan tega makan makan sebutir kurma yang ada
ditangannya sekalipun sebenarnya ia juga sangat lapar.
Ibu
yang bijak, adil, dan penuh kasih sayang tentu membaginya secara sama, satu
butir kurma itu dibelah menjadi dua dan dibagi untuk berdua, dirinya rekla
tidak kebagian. Begitu jiwa kasih sayang seorang ibu yang rela mengorbankan
dirinya demi kesenangan dan kesejahteraan anak – anaknya, padahal masih ada
kesempatan untuk dirinya andai kata sebutir kurma itu dibelah menjadi tiga.
Tetapi seorang ibu ini memang benar – benar tulus dan sayang. Pahala orang yang
bersikap sayang dan adil terhadap anak – anaknya adalah masuk surga dan selamat
atau merdeka dari ancaman api neraka. Kasih sayang seorang guru dalam pembelajaran
sama dengan kasih sayang orang tua terhadap anaknya dalam rumah tangga, sebab
guru di sekolah bagaikan orang tua terhadap anaknya sendiri. Bedanya, orang tua
mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan, sedangkan guru mempunyai tanggung
jawab dalam pendidikan.
Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.
Hadis
menunjukkan sifat kasih sayang dan keadilan seorang pendidik yakni seorang ibu
terhadap anak – anaknya.
b.
Diantara kasih
sayang ibu adalah kerelaan seorang ibu yang membagikan sebutir kurma untuk
anaknya berdua sekalipun dirinya tidak kebagian kurma
c.
Sifat keadilan
pendidik seorang ibu terhadap anaknya berdua adalah membagikan kurma yang sama
atau ditambah setengah kepada masing – masing anak.
d.
Diantara kasih
sayang seorang guru terhadap murid – muridnya adalah mengajarkan etika dan hal
– hal yang penting dalam tatanan hidup dunia akhirat.
e.
Islam perhatian
terhadap anak – anak wanita dan tidak membedakan dengan anak pria, bahkan Islam
memberi motivasi bagi siapa yang diuji mempunyai anak - anak wanita, ia senang
dan memerhatikan pendidikannya, maka mereka sebagai penghalang masuk neraka.
Biografi Singkat Perawi Hadis
Aisyah
binti Abu Bakar al – Shidiq ummil Mukminin salah seorang wanita sahabat yang
paling alim dan ahli fikih. Beliau meriwayatkan Hadis sebanyak 2.210 Hadis.
Beliau dinikahi Rasulullah SAW di Mekkah pada saat usia enam tahun dan
dipergauli pada usia sembilan tahun bulan Syawal tahun ke-2 Hijriah. Beliau
istri Rasulullah yang paling dicintai setelah Khadijah, hidup selama 40 tahun
setelah wafat Rasulullah SAW dan wafat dalam usia 80 tahun pada 57 H.
c.
Penyampai Ilmu
عَنْ
اَبِى هُرَ يْرَةَ قَا لَ قَا لَ رَ سُوْ لُ ا لله صَلَى ا لله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ سُىِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ اُلْجِمَ يَوُمَ اْلقِيَا َمةِ بِلِجَا
مٍ مِنْ نَا رٍ وَفِي اْلبَا ب عَنْ جَا بِرٍ وَعَبْدِ ا لله بْنَ عَمْرٍ وقَا لَ
اَ بٌو عِيسَى حَدِ يثُ ا بي هُرَ يرَ ةَ حَدِ يثٌ حَسَنٌ (ا خر جه ا بو د ا وا
لتر مذ ي)
Kosakata (Mufradat)
a.
سىل =
ditanya oleh seseorang yang sangat memerlukan ilmu
b.
كتمه=
menyembunyikan ilmu
c.
الجم
= dikendalikan dengan tali seperti kuda
Terjemahan
Dari
Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ditanya
sesuatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat
dikendalikan dengan tali kendali dari api neraka.” (HR. Abu Daud dan
al-Tirmidzi)
Penjelasan (Syarah Hadis)
Diantara
sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik melalui pengajaran,
pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain – lain. Ilmu hendaknya
dikonsumsi oleh semua umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan
masyarakat mendapat pancaran sinarnya ilmu. Kewajiban seorang alim adalah
menyampaikan ilmu kepada orang lain di samping mengamalkannya untuk diri
sendiri. Tugas guru adalah penyampai ilmu, penyampai ayat, dan penyampai Hadis,
tidak boleh menyimpannya. Maksud menyimpan ilmu tidak mau menjawab pertanyaan
yang dihadapi oleh seseorang atau malah melarang buku yang dibaca.[3]
Api
neraka diletakkan pada mulut penyimpan ilmu sebagaimana tali kendali diletakkan
pada mulut binatang sebagai siksaannya. Al – Thibiy berkata, bahwa api yang
diletakkan pada mulutnya diserupakan dengan tali kendali di mulut binatang
karena sama – sama diam, orang alim diam dengan ilmunya sedangkan binatang diam
terkendali tidak dapat melakukan kehendaknya secara bebas. Menurut al-Sayyid,
bahwa maksud ilmu disini adalah ilmu yang wajib diajarkan seperti mengajarkan
keislaman terhadap orang kafir, mengajarkan sholat pada waktunya, minta fatwa
tentang halal haram bukan ilmu sunah yang tidak merupakan keharusan (Tuhfat
al-Ahwadziy).
Sifat
guru yang baik adalah terbuka, transparan dan pemurah tidak pelit dalam ilmu
agama bagi siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang diajarkan dan dan diberikan
kepada orang lain justru manfaatnya akan lebih banyak, ilmu itu malah bertambah
dan tidak akan habis. Berbeda dengan harta kekayaan jika dibagi-bagikan kepada
orang lain justru habis. Konsep keberhasilan dalam pendidikan ada dua: pertama,
ketekunan belajar dengan siapa saja walaupun dengan orang yang lebih muda dan
tidak ada rasa gengsi atau malu. Kedua, pemurah dalam memberi pelajaran
atau mengajar kepada orang lain. Keduanya merupakan kewajiban, yakni kewajiban
belajar bagi yang belum tahu suatu ilmu dan kewajiban mengajar bagi orang yang
telah memiliki ilmu.
Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a.
Kewajiban guru
atau orang alim menyampaikan ilmu kepada orang lain yang membutuhkan
penjelasannya terutama anak didiknya.
b.
Larangan menyembunyikan
ilmu syara’yang dibutuhkan orang lain.
c.
Sifat guru yang
baik adalah terbuka, transparan, dan pemurah dalam ilmu yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
d.
Ancaman
penyimpan ilmu sejenis dengan perbuatannya, yakni diikat mulutnya dengan api
neraka, karena mulutnya bungkam tidak menjawab kebenaran.
d.
Tawadu’
عَنْ
مَسْرُوْقٍ قَا لَ دَخَلْنَا عَلَى عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُوْدٍ قَا لَ يَا اَ يُّهَا
الَّنا سُ مَنْ عَلِمَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ بِهِ وَمَنْ لَمْ يَعْلَمْ فَلْيَقُلْ
الله اَعْلَمُ فَاِ نً مِنْ اْلعِلْمِ اَنْ يَقُولَ لِمَا لَا يَعْلَمُ الله اَعْلَمُ
قَا لَ الله عَزَّ وَ جَلَّ لِنَبِيِّهِ صلى الله عليه وسلم (قُلْ مَا اَسْاَ لُكُمْ
عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ وَمَا اَنَا مِنْ اْلمُتَكَلِّفِيْنَا) (ا خر جه البخاري)
Kosakata (Mufradat)
a.
الله
اعلم = Allah lebih tahu
b.
ما
اسا لكم = aku tidak
minta kam
c.
اجر = upah
d.
المتكلفينا = orang yang membebani diri, memaksakan diri, mengada-ada
Terjemahan
Dari
Masruq berkata: Kami masuk ke rumah Abdullah bin Mas’ud r.a. kemudian ia
berkata: ”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang mengetahui sesuatu maka
hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya, dan barang siapa yang tidak
mengetahuinya maka hendaklah ia mengatakan:”Allah lebih mengetahui”, karena
sesungguhnya termasuk ilmu bila seseorang mengatakan: “Allah lebih mengetahui”,
terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.(HR. Bukhari) Allah berfirman kepada
Nabi-Nya: Katakanlah (hai Muhammad):”Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu
atas dakwahku, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan (QS.
Shaad (38):86).
Penjelasan (Syarah
Hadis)
Hadis
ini diperintahkan kepada manusia siapa saja diantara umat Muhammad SAW terutama
para calon guru atau yang sudah menjadi guru agar bersikap tawadu’ atau rendah
hati dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui suatu ilmu. Sifat tawadu’
adalah posisi pertengahan antara kesombongan (takabbur) dan rendah hati
(mudzillah). Seseorang berilmu tidak boleh sombong dengan ilmunya karena ilmu
pemberian Tuhan dan tidak boleh merendahkan dirinya sehingga merendahkan ilmu
dan pemilik ilmu. Hadis melarang mereka untuk tidak sombong atau takabur sok
tahu padahal ia tidakmengetahui apa-apa. Artinya memperlihatkan kepada orang
lain bahwa ia seolah – olah tahu, seolah – olah alim padahal tidak mengetahui
dan tidak alim.[4]
Orang
yang mengatakan Wallah A’lamm ketika tidak tahu tandanya orang alim, karena ia
mengetahui posisi dirinya dan derajat dirinya bahwa ia tidak mengetahui. Orang
yang memiliki sifat terpuji ini dipercaya oleh masyarakat dan dinilai sebagai
orang alim. Berbeda dengan orang yang mengatakan tahu sekalipun ia tahu apalagi
ia tidak mengetahui, pada umumnya dinilai sebagaiorang yang tidak tahu, karena
kesombongannya. Perintah tawadu’ ditujukan kepada semua orang bukan hanya pada
seorang guru, murid pun harus tawadu’ terhadap guru atau terhadap sesama.
Alangkah indahnya jika guru dan murid sama – sama tawadu’ saling menghargai.
Hubungan antara guru murid bukan hanya sekedar hubungan lahir saja akan tetapi
hubungan lahir dan batin, hubungan cinta karena Allah.
Pelajaran yang Dipetik
dari Hadis
a.
Perintah
bersifat tawadu’ (rendah hati) dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui
suatu ilmu katakanlah apa adanya “Aku tidak tahu” atau “Allah lebih tahu” (Allahu
a’lam)
b.
Tidak boleh
memaksakan diri atau mengada-ada jawaban ilmu yang ngawur tidak benar
c.
Tidak boleh
berfatwa hukum kecuali sudah yakin kebenaran ilmunya.
d.
Tidak mengurangi
bobot keilmuan seseorang yang mengatakan tidak tahu terhadap ilmu yang belum
diketahui.
Biografi Singkat Perawi
Hadis
a.
Masruq bin
al-Ajda bin Malik Al-Hamadaniy al-Wadi’iy dipanggil Abu Aisyah al-Kufiy seorang
tabi’i yang kredibel (tsiqah), seorang alim fiqih, ahli ibadah dan mukhadhram
(hidup masa Nabi dan beriman tetapi tidak bertemu dengan Nabi SAW), Hadisnya
diriwayatkan Ashab al-Sunan.[5]
b.
Abdullah bin
Mas’ud al-Hudzaliy, nama panggilannya Abu Abdurrahman, tergolong lebih awal
masuk Islam (al-Sabiqun al-Awwalun) yakni orang keenam. Dia tergolong ulamanya
sahabat senior, berhijrah dua kali yaitu ke Habasyah dan ke Madinah, aktivis
dalam berbagai peperangan bersama Rasulullah SAW. Seorang sahabat yang terkedat
dengan Rasulullah dan dimuliakannya. Dia pernah dipercayakan menjadi Gubernur
Kufah dan pemegang baitulmal pada masa khalifah Umar dan awal kekhalifahan
Utsman. Wafat di Madinah pada tahun 32 H dalam usia 60 tahun lebih dan
dimakamkan di Baqi’. Dia meriwayatkan Hadis sekitar 95 hadis.
4.
Kedudukan
Pendidik
1. Sebagai Orang Tua
Menurut Rasulullah pendidik berkedudukan sebagai orangtua. Sehubungan
dengan ini terdapat hadis sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه
وسلم إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَاأَتَى
أَحَدُكُمْ الغَائِطَ فَلَا يَسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ وَلَايَسْتَدْبِرْهَا
وَلَايَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارِ وَيَنْهَى عَنِ
الرَّوْثِ وَالرِّمَّةِ
Abu hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya aku menempati posisi orangtuamu. Aku
akan mengajarmu. Apabila salah seorang kamu mau buang hajat, maka janganlah ia
menghadap atau membelakangi kiblat, janganlah ia beristinja’ (membersihkan
dubur sesudah buang air) dengan tangan kanan. Beliau menyuruh beristinja’
(kalau tidak dengan air), dengan tigabatu dan melarang beristinja’ dengan
kotoran (najis) dan tulang.HR. Abu Dawud)
Hadis diatas dengan jelas mengatakan bahwa rasulullah
saw bagaikan orangtua dari sahabatnya. Pengertian bagaikan orangtua adalah
mengajarkan, membimbing, dan mendidik anak-anak seperti yang umumnya delakikan
oleh orangtua. Beliau mengajarkan kepada sahabat bagaimana adab buang hajat. Sebenarnya,
persoalann ini adalah persoalan orangtua. Akan tetapi, nabi yang tidak
diragukan lagi bagi umat islam, sebagai mahaguru dan pendidik ulung juga mau
mengajarkan hal itu.
Pendidik (guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia
melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta didik.
Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik
harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus dengan
ikhlas agar peserta didik dapat mengemban potensinya secara maksimal. Pendidik
tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak
disenanginya.[6]
2.
Sebagai pewaris nabi
Sehubung dengan kedudukan ini, terdapat sabda nabi SAW
seperti berikut ini.
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ الله
صلى الله عليه وسلم يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقَا يَبْتَغِى فِيْهِ عِلمًا سَلَكَ
الله بِهِ طَرِيْقَا إِلَى الجَنَّةِ وَإِنْ المَلَائِكَةِ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا
رِضَاءَ لِطَالِبِ العِلْمِ وَإِنْ العَالْمِ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ
وَمَنْ فِى الأَرْضِ حَتَّى الحِيْتَانُ فِي المَاءِ وَفَضْلُ العَالِمِ عَلَى
العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ عَلَى سَائِرِ الكَوَاكِبِ إِنَّ العُلَمَاءَ
وَرَثَةُالأَنْبِيَاءِ إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارَا
وَلَادِرْهَمَا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظِّ
وَافِرِ
Abu ad-darda’ berkata, “aku mengdengar Rasulullah SAW
bersabda, “siapa yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dipermudah Allah jslsn
untuknys ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena senang
kepada pencari ilmu. Sesungguhnya, pencari ilmu dimintakan ampun oleh orang
yang ada dilangit dan bumi, bahkan ikan yang berada didalam air. Keutamaan
orang yang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan keutamaan bulan
diantara semua bintang. Sesungguhnya, ulama adalah pewaris nabi. Mereka tidak
mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia
mencari sebanyak-banyaknya. HR
At-tirmidzi,ahmad,albaihaqi,abu dawud,dan Ad-darimi).
Dalam hadis
diatas dikemukakan beberapa hal penting. Hal yang berkaitan erat dengan tema
ini adalah ulama adlah pewaris para nabi. Pendidik, dalam hal ini terutama
guru, adlah orang yang berilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia termasuk
kategori ulama. Jadi, ia adalh pewaris para nabi. Sebagai pewaris para nabi,
tentu guru tidak dapat mengharapkan banyak harta karena mereka tidak mewariskan
harta. Akan tetapi, rasulullah saw tidak pernah melarang orang yang berilmu,
termasuk pendidik, untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak
mengurangi upaya pengambiilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu
pengetahuan.[7]
5.
Karakter
dan Sifat Peserta Didik
a.
Sikap Duduk di
Majelis
عَنْ
ابِي وَاقِدٍ الَّليْثِيِّ اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم بَيْنَمَا هُوَ
جَا ِلسٌ فِي اْلَمَسْجِدِ وَ النَّا سُ مَعَهُ اِذْ اَ قْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَاَ
قْبَلَ اثْنَا نِ اِلَى رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَا لَ
فَوَ قَفَا عَلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فَاَ مَّا اَ حَدُ هُمَا فَرَ اَ
ى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيْهَا وَاَمَّا الْاخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ
وَاَمَّا الثَّا لث فَاَ دْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمًا فَرَ غَ رَسُولُ الله صلى الله
عليه وسلم قَالَ اَلَا اُخْبِرُ كُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ اَمَّا اَحَدُهُمْ
فَاَوَى اِلَى اللهِ فَا وَاهُ الله وَاَ مَّا الْا خَرُ فَا سْتَحْيَا اللهُ مِنْهُ
وَاَمَّا اْلَا خَرُ فَاَ عْرَضَ فَاَ عْرَضَ اللهُ عَنْهُ (متفق عليه)
Kosakata (Mufradat)
·
ثلاثة
نفر = tiga orang laki
– laki, kata nafar berjumlah antara 3-10 orang.
·
فرجة = tempat kosong.
·
الحلقة = majelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran tengahnya
kosong.
·
فا
دبر = kembali, pulang.
·
فر
غ = selesai.
·
فاوى = berlindung di tempat yang kosong, maka Allah memuliakannya.
·
فا
ستحيا = malu tidak
mau duduk di depan karena kesempitan, Allah memuliakannya dan tidak
merendahkan.
·
فا
عرض = berpaling,
pulang.
Terjemahan
Dari
Abu Waqid al-Laytsiy (al-Harits bin ‘Awf) r.a bahwasanya Rasulullah SAW pada suatu ketika duduk bersama para sahabat
di dalam masjid. Tiba-tiba datang tiga orang, dua diantaranya menuju Rasulullah
SAW dan yang seorang lagi pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di
hadapan Rasulullah SAW, salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis
halakah (majelis berbentuk melingkar dari depan), yang lain duduk di belakang mereka
dan yang ketiga berpaling pergi meninggalkan majeis tersebut. Setelah selesai
majelis Rasulullah bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang
tersebut? Adapun salah satu diantara mereka berlindung (mendekat) kepada Allah,
maka Allah pun memberikan tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka
Allah pun menghargai malunya dan yang lain berpaling, maka Allah pun berpaling
daripadanya.” (HR. Muttafaq Alayh)
Penjelasan (Syarah Hadis)
Hadis
diatas menjelaskan bahwa Rasulullah mempunyai halakah majelis di Masjid Nabawi
untuk menyampaikan ilmu yang berbentuk
halakah. Ternyata beberapa penemuan psikolog mutakhir menunjukkan cara ini
sangat efektif digunakan untuk membahas suatu topik. Sebab dengan bentuk
halakah ini setiap peserta merasa setara dengan peserta lain dan semua peserta
dapat saling memandang tanpa ada penghalang.[8]
Penjelasan Rasulullah SAW tentang posisi duduk diantaranya:
a. Duduk
di Majelis Terdepan
Mengisi tempat kosong
di barisan terdepan dari halakah itu, berlindung kepada Allah, artinya
bergabung dengan majelis Rasul, balasannya Allah pun melindunginya. Ini adalah
sikap anak didik yang paling baik di majelis ilmu atau di kelas.
b. Duduk
di Belakang
Al – ‘Asqalaniy dalam
kitabnyaFath al-Bariy menjelaskan makna kata malu bagi orang kedua ini, bahwa
al-Qadhi ‘Iyadh berkata; bahwa ia malu dari Nabi dan para sahabat yang hadir
kalau tidak ikut duduk, Anas menjelaskan dalam periwayatannya; orang itu malu
kalau pergi dari majelis. Atau orang kedua ini malu berdesakan duduk di depan,
maka ia duduk di belakangnya. Balasan orang kedua ini, Allah memberi hukuman
tetapi tentunya tidak seperti murid yang duduk dibarisan depan.
c. Berpaling
Pulang
Sikap orang ketiga,
sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat majelis tidak bergabung duduk disitu,
tetapi berpaling dan pulang tanpa ada uzur. Sikap anak didik seperti ini
balasannya sama dengan perbuatannya, Allah pun berpaling daripadanya yakni
Allah murka kepadanya.
Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a. Diantara
etika duduk di majelis atau di kelas duduk terdepan majelis ilmu selama ada
tempat kosong.
b. Anjuran
duduk di majelis atau kelas sampai selesai pembelajaran.
c. Keutamaan
malu duduk berjubelan dan berdesak-desakan kemudian duduk dibelakangnya.
d. Kurang
utama duduk di belakang sementara tempat duduk depannya yang disediakan masih
kosong kecuali ada uzur.
e. Tercela
meninggalkan majelis tanpa uzur.
Biografi Singkat Penulis
Abu
Waqid al-Laytsiy nama aslinya adalah al-Haris bin ‘Awf, adalah seorang sahabat
yang terkenal nama panggilannya Abu Waqid. Nama aslinya diperselisihkan antara
para ulama, demikian juga nama ayahnya. Sebagian ulama menyebut namanya ‘Awf
bin al-Haris dan yang lain menyebut al-Haris bin Malik. Ia syahid pada
penaklukan Mekkah di bawah bendera Bani Dhamrah, Bani Layts dan BumiSa’ad Bakar
bin Abdi Manah. Ia wafat di Mekkah tahun 68 H dan meriwatkan Hadis dari Nabi
SAW sebanyak 24 Hadis. Ia tidak meriwayatkan Hadis dari al-Bukhari melainkan
Hadis ini.
b.
Memiliki Perbedaan Kecerdasan
عَنْ اَبِى مُوسَى عَنَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللهُ بِهِ مِنَّ الهُدَى وَالعِلْمِ كَمَثَلِ
الغَيْثِ الكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضَا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ المَاءَ
فَأَنْبَتَتِ الكَلْأَ وَالعُشْبَ الكَثِيْرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ
أَمْسَكَتِ المَاءَ فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرَبُوا وَسَقَوا وَزَرَعُوا
وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِىَ قِيْعَانٌ لَاتُمْسِكُ مَاءَ
وَلَاتُنْبِتُ كَلْأَ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِيْنَ اللهِ وَنَفَعَهُ
مَا بَعَثَنِى اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ
بِذَلِكَ رَأْسَا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ.
Diriwayatkan
dari Abu Musa bahwa Nabi SAW bersabda,” sesungguhnya perumpamaan
hidayah(petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikanku sebagai utusan itu
seperti hujan yang turun ke bumi. Di antara bumi itu terdapat sebidang tanah
subur yang menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ad juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan
apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, Allah menurunkan air itu
agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai
tanah gersang yang tidak ada air dan
tidak tumbuh apa pun. Gambaran tersebut seperti orang yang mempunyai ilmu agama
Allah dan mau memanfaatkan sesuatu yang telah menyebabkan aku diutus oleh-Nya
kemudian orang itu mempelajari dan mengerjakannya. Dan seperti orang yang
sedikit pun tidak tertarik dengan apa yang telah menyebabkan aku diutus oleh
Allah. Ia tidak mendapat petunjuk dari Allah yang karenanya aku diutus-Nya.”(HR. Al- Bukhari).
Dalam hadis ini,
rasulullah menggambarkan perbedaan antara manusia dalam kemampuan belajar,
memahami, dan mengingat. Menurut muhammad ustman Najati, ketiga kemampuan ini
tergolong dalam pengertian intelekualitas. Berdasarkan hadis ini dapat
disimpulkan bahwa intelektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan. Pertama, seperti tanah subur yang berarti orang dalam golongan inni
mampu belajar, menghafal, dan mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada orang lain
sehingga ilmu yang dimiliki dapat bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.
Kedua, seperti tanah gersang yang artinya orang dalam golongan ini mampu
menjaga dan mengajarkan kepada orang lain, tetap ilmu yang dimilikinya tidak
bermanfaat untuk dirinya, tetapi hanya untuk orang lain. Ketiga, tanah tandus
yang berarti orang dalam golongan ini tidak tertarik dengan ilmu, apalagi
menghafal dan mengajarkannya kepada orang lain.
Memahami
perbedaan tingkat kecerdasan peserta didik merupakan hal yang mutlak bagi
pendidik. Dengan memahami perbedaan itu, pendidik tertantang untuk memilih
materi, menggunakan metode dan media pembelajaran yang memungkinkan semua
peserta didik dapat mencerna pelajaran dengan baik. Hal itu dapat dilakukan
oleh pendidik dengan mengaplikasikan metode pembelajaran yang bervariasi dan
metode yang beragam.[9]
c.
Memiliki Perbedaan Emosional
عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الخُدْرِىِّ قَالَ رَسُولُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم أَلَا وَإِنَّ مِنْهُمُ البَطِىءَ الغَضَبِ سَرِيْعَ الفَىْءِ
وَمِنْهُمْ سَرِيْعُ الغَضَبِسَرِيْعُ الفَىْءِ فَتِلْكَ بِتِلْكَ أَلَاوَإِنَّ
مِنْهُمْ سَرِيْعَ الغَضَبِ بَطِىءَ الفَىْءَ أَلَاوَخَيْرُهُمْ بَطِىءُ الغَضَبِ
سَرِيْعُ الفَىءِ أَلَا وَشَرُّهُمْ سَرِيْعُ الغَضَبِ بَطِىءُ الفَىءِ.
Dari Abu sa’id al-khudri, ia berkata bahwa rasulullah
bersabda, “ ingatlah, diantara anak Nabi Adam ada yang lambat marah dan cepat
dikendalikan. Adapula yang cepat marah dan cepet pula terkendali. Ingatlah,
diantara anak Nabi Adam itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali.
Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam adalah yang cepat marahnya dan lambat
terkendalinya”. (HR.
At-Tirmidzi)
Berdasarkan
hadis diatas, muhammad Utsman Najati mengelompokkan tingkatan emosi kemarahan
manusia pada tiga tingkatan. Pertama, orang yang emosi kemarahannya lambat,
jarang mengekspresikan kemarahannya. Kalaupun ia marah, ia akan cepat
mengendalikan emosi kemarahannya. Orang semacam ini dikategorikan sebagai
manusia yang sangat mulia. Kedua, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat,
tetapi ia juga cepat mengendalikannya. Ketiga, orang yang emosi kemarahannya
terlalu cepat dan jika emosi kemarahnnya muncul, ia sulit mengendalikannnya
kecuali dalam rentang waktu yang cukup lama. Orang yang seperti ini
dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.
Perbedaan
emosional ini perlu dipahami oleh pendidik agar ia tidak gegabah dalam
merespons aksi peserta didiknya. Pendidik tidak boleh mengatasi gejolak emosi
peserta didik dengan luapan emosi pula. Ia harus dapat memperlihatkan
kesabaran, ketulusan dan kasih sayang tanpa menyimpan rasa dendam.[10]
d.
Memiliki Kesamaan Derajat
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدُ الله خَطَبْنَا رَسُولُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم فِى وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ فَقَالَ يَاأَيُّهَا
النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنْ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَافَضْلَ
لِعَرَبِيِّ عَلَى أَعْجَمِيِّ وَلَا لِعَجَمِيِّ عَلَى عَرَبِىِّ وَلَالِأَحْمَرَ
عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّبِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ
Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa rasullah saw
berkhutbah di depan kami pada pertengahan hari tasyri’. Beliau bersabda, “wahai
manusia, ketahuilah sesungguhnya tuhanmu esa, nenek moyangmu satu. Ketahuilah
bahwa tidak ada kelebihan orang arab dari orang non-arab, tidak ada kelebihan
orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam, dan tidak pula sebaliknya,
kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya sampaikan?” (HR. Ahmad dan
Al-Baihaqi)
Hadis ini dengan
tegas mengungkapkan kesamaan derajat manusia (peserta didik). Manusia dicptakan
oleh Allah SWT, Tuhan yang sama dan berasal dari nenek moyang yang sama juga.
Perbedaan etnis dan warna kulit tidak membuat derajat manusia itu berbeda. Apa
yang membuat seseorang memiliki nilai lebih daripada orang lain hanyalah
kualitas ketakwaannnya.
Konsekuensi
logis dari kesamaan derajat peserta didik adalah perlakuan yang sama dari
pendidik. Pendidik tidak boleh memperlakukan peserta didiknya secara
diskriminatif, baik dalam memberi perhatian , mengajar, membimbing, maupun
memberikan nilai. Perlakuan berbeda dapat diberikan apabila dalam keadaan
menuntut demikian dan peserta didik memiliki kebutuhan khusus.[11]
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Banyak sekali keutamaan pendidik yang
dapat digambarkan diantaranya terbebas dari kutukan Allah, didoakan oleh penduduk bumi,
mendapat pahala yang berkelanjutan. Sedangkan keutamaan peserta didik
diantaranya terhindar dari kutukan Allah dan menempati posisi terbaik. Seorang
pendidik baik guru maupun orang tua harus bersikap adil terhadap anak – anaknya
dalam segala hal.
Diantara kasih sayang seorang guru
terhadap murid – muridnya adalah mengajarkan etika dan hal – hal yang penting
dalam tatanan hidup dunia akhirat. Islam perhatian terhadap anak – anak wanita
dan tidak membedakan dengan anak pria, bahkan Islam memberi motivasi bagi siapa
yang diuji mempunyai anak - anak wanita, ia senang dan memerhatikan
pendidikannya, maka mereka sebagai penghalang masuk neraka.
Sifat guru yang baik adalah terbuka,
transparan, dan pemurah dalam ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat. Perintah
bersifat tawadu’ (rendah hati) dalam ilmu, terutama ketika tidak mengetahui
suatu ilmu katakanlah apa adanya “Aku tidak tahu” atau “Allah lebih tahu” (Allahu
a’lam). Tidak boleh memaksakan diri atau mengada-ada jawaban ilmu yang
ngawur tidak benar.
2. Saran
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat,
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya. Penulis menyadari bahwa
makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yng membangun dari pembaca agar makalah selanjutnya lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Majid. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Abdurrahman
bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi. Syarh As-Suyuthi ‘ala Muslim, juz IV
Al-Ghazali.
1980. Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid I. Bukittinggi: Syamza Offset
Bukhari
Umar. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah.
[1]
Abdurrahman bin Abi Bakr Abu Al-Fadhl As-Suyuthi, Syarh As-Suyuthi ‘ala
Muslim, juz IV, hlm. 228 dalam Al-Maktabah Asy-Syamilah.
[2] Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, jilid
I, diterjemahkan Maisir Thahib, dkk., (Bukittinggi: Syamza Offset, 1980), cet.
Ke-3, hlm. 40.
[4] Ibid.,hlm.85
[5] Ibid.,
hlm.89
[6] Bukhari
Umar, 2012, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah), hlm.70
[7]
Ibid.,hlm.72
[8] Hasan
Langgulung, Asas-asas...,h. 311,
[10] Ibid.,Hlm.107
[11] Ibid.,
hlm.102
Komentar
Posting Komentar